Kamis, 11 Desember 2008

Pawai Hari Anak Nasional

"LETAKKAN SENJATA, BERI KAMI BUKU DAN PENA..."

KOMPAS, Rabu, 24-07-2002.
Jakarta, Kompas
Ratusan anak-anak jalanan, pemulung, serta anak-anak
terpinggirkan lainnya bergabung dengan anak-anak dari berbagai
sanggar, Senin (23/7), mengadakan pawai di Jakarta memperingati Hari
Anak Nasional. Pawai itu dimeriahkan dengan kehadiran barong,
jatilan, dan Drum Band "Kaleng Rombeng" yang dimain-kan oleh anak-
anak, serta becak dan dokar hias.

Merujuk konflik bersenjata di sejumlah daerah, sejumlah poster
dan spanduk raksasa bertulisan "Letakkan Senjata, Beri Kami Buku dan
Pena" diarak dalam pawai tersebut. Sepanjang Jalan Pro-klamasi,
Diponegoro, Salemba Raya, dan kembali ke Tugu Proklamasi, anak-anak
dari berbagai latar belakang itu berjoget sambil memukul berbagai
alat bunyi-bunyian, mulai dari drum, kaleng, panci, sampai botol air
mineral. Sebagian anak lagi menarik mainan tradisional yang dibuat
dari barang-barang bekas.

Adi (10) tampak antusias mengikuti pawai itu. Sepanjang jalan
terik ia menabuh penggorengan yang penuh jelaga. Kakinya hitam penuh
lumpur, berjalan tanpa sepatu di atas jalan aspal yang panas. Ia
menghampiri seorang nenek yang tengah menyirami halaman depan
rumahnya dan meminta agar nenek tersebut mengguyurkan air di
kepalanya. Si nenek ragu-ragu. Adi kemudian menyorongkan kepalanya di
bawah guyuran air.

Di balik kegembiraannya, ia bercerita bahwa dua minggu sebelumnya
ibunya sakit. Menurut Adi, ibunya tiba-tiba lumpuh dan sampai kini
masih dirawat di rumah sakit. Ayahnya seorang buruh bangunan yang
harus menghidupi delapan anak. Sehari-hari Adi menghabiskan waktunya
mengamen di perempatan di dekat Stasiun Jatinegara.

"Saya butuh uang untuk ibu saya," ujar Adi.
Seorang kawannya yang ditanya tentang soal itu mengatakan, tidak
tahu apakah ibu Adi sakit atau tidak. Mata Adi sembab ketika
menjawab, "Gue anaknya, bukan kamu."

Namun, ia segera melupakan kesedihannya. Dipukulnya botol besar
air mineral keras-keras mengiringi bunyi-bunyian di sekitar halaman
patung proklamator. "Aku mau nyanyi," kata Adi sembari pergi menuju
panggung.

Edi (16) ikut memeriahkan pawai hari anak tersebut dengan
mengenakan pakaian dari sedotan. "Ini kostum saya sewaktu bermain
drama. Sedotan ini saya kumpulkan dari tempat sampah," ujarnya.

Pawai hari anak ini diprakarsai oleh Sanggar Akar, sebuah
organisasi nonpemerintah yang telah lama berkecimpung dalam
pendampingan anak jalanan. Serangkaian kegiatan telah diselenggarakan
Sanggar Akar berkaitan dengan peringatan Hari Anak Nasional di
markasnya di tepi Kali Malang, Jakarta Timur, seperti bazar dan pasar
murah, pameran karya anak, diskusi, dan pemutaran film anak-anak.

Dalam selebaran yang dibagikan kepada masyarakat, Sanggar Akar
menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi anak di Indonesia saat
ini. Disebutkan, angka pengangguran mencapai 7,5 juta jiwa. Data
yang dirilis UNDP, lembaga yang menangani program pembangunan di
bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 30 persen pekerja Indonesia
adalah anak-anak. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan
bahwa tahun 1998 tercatat 4.000 anak di bawah usia 16 tahun terlibat
dalam tindak kriminal.

"Di daerah-daerah konflik nasib mereka tidak kalah buruknya.
Seperti belum cukup menderita, ada orang yang kemudian memanfaatkan
mereka untuk menjadi tenaga murah bahkan diperjualbelikan di pasar,"
demikian pernyataan da-lam selebaran yang dibagikan Sanggar Akar.

Sanggar Akar menyerukan dihentikannya pertikaian politik yang
memakan jiwa dan raga anak Indonesia dan mendesak pemerintah segera
memperhatikan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan anak di tempat
pengungsian. Mereka juga menyerukan dihentikannya segala bentuk
kekerasan terhadap anak dan memperbaiki sistem kesehatan dan
pendidikan dengan memberikan pelayanan cuma-cuma kepada anak.

Koordinator Sanggar Akar Edy Karyanto mengemukakan, pawai hari
anak itu diselenggarakan agar anak-anak bisa mengekspresikan
kebebasannya mesti baru sedikit yang dimiliknya. "Kami juga berharap
agar orang tahu bahwa hari ini adalah hari anak karena ternyata
banyak guru sekolah yang tidak tahu. Dengan memperingati Hari Anak,
kita ingin menyampaikan kewajiban semua orang untuk menghormati hak-
hak anak," ujar Edy yang telah belasan tahun mendampingi anak
jalanan. (wis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar