Kamis, 11 Desember 2008

KETIKA GAMBAR-GAMBAR ITU BICARA


KOMPAS, Senin, 05-07-2004.
"INI gambar suasana waktu pawai tujuh belas Agustus di jalan
besar dekat rumahku," kata Nadya, pelajar kelas III sekolah dasar di
Cempaka Putih yang sangat suka dengan keramaian pawai. Kertas putih
di depannya berubah penuh warna.
Ada gambar orang berkumpul dengan mengacung-acungkan bendera
Merah Putih. Nadya memilih menggoreskan warna merah muda untuk
mewarnai orang yang berpawai mulai dari ujung rambut hingga kaki.
Latar belakang gedung-gedung pencakar langit melengkapi karyanya.
Beberapa peserta laki-laki menggambar mobil berwarna kuning,
biru atau merah.
Namun, di luar itu, hampir sebagian besar peserta mungil yang
bertempat tinggal di Ibu Kota penuh hutan beton ini melukiskan
gunung, rumah petani, sawah yang terbelah jalan aspal. Persis ajaran
di sekolah.
***

LOMBA gambar yang menyulap suasana lapangan parkir Taman Ismail
Marzuki menjadi sangat meriah itu merupakan rangkaian peringatan
Ulang Tahun Ke-10 Sanggar Akar. Sanggar itu menjadi wadah pendidikan
alternatif bagi anak pinggiran.
"Selama belajar di sanggar, salah satu yang disukai adalah
menggambar. Membuat coretan apa saja yang diingini. Tidak ada
tuntutan gambar mesti penuh atau warna benda harus ini atau itu.
Hari ini kami mengajak anak-anak lain menggambar bebas bersama," kata
Pray, Ketua Panitia Penyelenggara Lomba Menggambar dari Sanggar Akar.
Oleh karena itu, tidak ada tema, tidak ada uang pendaftaran, dan
tidak ada pula batas sosial-untuk sesaat-dalam perlombaan itu.
Kebebasan berekspresi dalam menggambar, menurut Pray, hanya
merupakan bagian kecil dari hak dasar anak yang kerap dilupakan
orang dewasa yaitu kebebasan memilih.
Setiap anak, bahkan sejak usia dini sudah mempunyai gambaran dan
pandangan sendiri tentang segala sesuatu yang sudah didapatkannya.
Salah satu pengungkapannya adalah lewat lukisan.
Di Sanggar Akar, menggambar memang menjadi salah satu media
berekspresi. Bagi anak-anak, kegiatan itu sangat digemari karena
mereka bebas menuangkan gagasannya, termasuk kepada orang dewasa.
Tidaklah mengherankan bila menggambar sering jadi alat berkomunikasi
anak dengan lingkungan di luar dirinya.
***

KARYA-karya peserta lomba kali ini misalnya, setelah dinilai oleh
tim juri yang terdiri dari seniman FX Harsono, Setyaningsih Poernomo,
dan Alit Ambara, akan dipamerkan di Galeri Cipta II Taman Ismail
Marzuki, 9-10 Agustus mendatang. Sebagai bentuk penghargaan kepada
karya anak.
Pray, mantan anak jalanan yang kini mengajar rekan-rekan kecilnya
di komunitas pinggiran di Cakung percaya, sebuah lukisan dapat
menceritakan isi dan rasa anak.
Dia masih ingat gambar salah satu anak "didik"-nya di Cakung.
Hanya sebuah kepala dan di sampingnya terlukis rumah kecil.
Namun, dengan lancar anak itu kemudian bercerita tentang ibunya,
rumahnya, tetangganya, dan kehidupannya yang terpinggirkan di kota
Jakarta.(INE)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar